Ketika sedang membuka koleksi ebook yang
saya beli beberapa tahun yang lalu, tanpa sengaja menemukan artikel
yang cukup menarik. Artikel ini saya posting di blog ini karena menurut
saya cukup inspiratif dan bisa dijadikan sebagai sebuah renungan.
Menceritakan tentang penyesalan seseorang ketika menjelang ajalnya.
Namun di dalam artikel ini tidak saya temukan siapa penulisnya. Jika
pembaca ada yang tahu silahkan beritahu saya. Ini dia kisahnya dengan
sedikit editing dan penambahan ayat di akhir postingan ini :
Seperti
yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal
dunia Rosulullah SAW akan mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Pada
saat pulangnya disempatkan oleh Beliau singgah untuk menghibur dan
menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima
musibah itu. Kemudian Rosulullah berkata, “tidakkah almarhum
mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?” Istrinya menjawab, saya mendengar
dia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal
menjelang ajal”
“Apa yang di
katakannya?”, Saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu
sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya
sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan
kalimat yang terpotong-potong.
“Bagaimana bunyinya?” desak Rosulullah. Istri yang setia itu menjawab, suami saya mengatakan “Andaikata bisa lebih panjang lagi
…. andaikata yang masih baru …. andaikata semuanya ….” hanya itulah
yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah
perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah
pesan-pesan yang tidak selesai?”
Rosulullah
tersenyum, “sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,” ujar
Beliau. Kisahnya begini. Pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke
masjid untuk melaksanakan shalat jum’at. Di tengah jalan ia berjumpa
dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena
tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di
masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan
pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata “andaikan bisa lebih
panjang lagi”. Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang
lagi, pasti pahalanya akan lebih besar pula.
Ucapan
lainnya ya Rosulullah?” tanya sang istri mulai tertarik. Nabi menjawab,
adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil
perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke
masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia
melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati
kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru selain yang
dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada
lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang
saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu
sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Coba andaikan yang masih baru
yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku
jauh lebih besar lagi”. Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian,
ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?” tanya sang istri
makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan, “ingatkah kamu pada
suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta
disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah
dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba
seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas
membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada
musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak (hampir
ajal), ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu.
Karenanya, ia pun menyesal dan berkata, “kalau aku tahu begini hasilnya,
musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya
kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda”.
Memang
begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik,
sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala
tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika
kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa diri kita sendiri,
sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surat Al Isra ayat 7.
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
Artinya
: “Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu.
Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas
dirimu pula ….. .” (Surat Al Isra ayat 7).
Semoga
kisah di atas bisa menjadi renungan dan menginspirasi kita semua untuk
menjadi manusia yang terbaik, yang bermanfaat dan pandai memanfaatkan
sedikit waktu yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT. Kita
sering lengah dan terbuai dengan waktu yang ada, seolah-olah masih bisa
hidup seribu tahun lamanya, padahal tak seorangpun yang tahu dan tidak
ada jaminan apakah tahun depan, bulan depan, minggu depan bahkan esok
hari, kita masih diberikan umur yang panjang.
وَالْعَصْرِ
(١) إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ (٣)٣
Artinya
:1.Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran. (QS: Al ‘Ashr ayat 1-3).
0 komentar on Andaikata Bisa Lebih Panjang Lagi :
Post a Comment and Don't Spam!