Rasulullahpun
tidak bisa menyembunyikan keheranannya. “Kenapa anda begitu cepat
meninggalkan kota ini, apa ada yang kurang menyenangkan di kota ini?”
tanya Rasulullah.
“Tidak tuan. Semua baik-baik saja. Bahkan penduduk kota ini sungguh sangat ramah dan menyenangkan,” jawab sang dokter (tabib).
“Lalu, apa yang menjadi masalahnya?, tanya Rasulullah kemudian.
Kemudian
sang tabib berterus terang, bahwa ia ingin cepat pulang ke negerinya
karena selama satu bulan buka praktek di kota Madinah, tak satupun warga
kota yang datang untuk berobat kepadanya. Padahal di negerinya ia
termasuk dokter ahli/pakar/spesialis yang cukup terkenal dan banyak
pasiennya.
Dokter itupun melanjutkan
ceritanya. “Karena penasaran, saya berkeliling kota masuk kampung ke
luar kampung untuk mencari pasien yang sakit. Tapi tak satupun saya
jumpai orang sakit untuk saya obati. Sayapun merasa heran, seluruh warga
kota dalam keadaan sehat wal afiat. Belum pernah saya dapatkan kota
dengan seluruh penduduknya yang sehat seperti di kota Madinah ini,”
ujarnya panjang lebar.
“Lalu, saya
pun bertanya kepada penduduk yang saya jumpai, apa rahasianya sehingga
mereka hidup nyaris sehat sempurna?” lanjut sang dokter. “Lantas apa
jawab mereka? tanya Rasulullah tak sabar. Mereka pun menjawab : Kami adalah kaum yang tidak akan makan sebelum datang rasa lapar. Dan apabila kami makan, tidak sampai kekenyangan. Begitulah jawab mereka tuan,” jelas sang dokter itu.
Mendengar
cerita sang dokter tersebut, Rasulullah pun berkomentar, “Sungguh
benar apa yang mereka katakan kepada tuan,” kata Rasulullah sambil
menyitir sebuah hadits, yang artinya : “Lambung manusia itu tempatnya segala penyakit, sedangkan pencegahan itu pokok dari segala pengobatan.” (HR. ad-Dailami).
Mengambil
hikmah dari cerita dokter di atas , bisa kita simpulkan bahwa kaum
muslimin pada masa Rasulullah adalah umat atau kaum yang sangat disiplin
dalam mempraktekkan pola hidup sederhana. Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud ra bahwa , “‘Kami adalah kaum yang tidak akan
makan sebelum datang rasa lapar. Dan apabila kami makan, tidak sampai
kekenyangan.” menggambarkan sikap hidup mereka yang sangat berhati-hati
dalam soal mengendalikan perut.
Muncul pertanyaan, apakah mereka mempraktekkan nilai-nilai itu “tidak akan makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kekenyangan” dikarenakan
mereka hidup dalam kemiskinan? jawabannya tidak. Sebab pada saat itu
justru mulai bermunculan orang-orang kaya baru seperti Abdurrahman bin
Auf yang sukses dengan bisnisnya. Tapi meskipun mereka kaya, mereka
tidak rakus. Pola hidup sederhana yang diajarkan dan dicontohkan oleh
Rasulullah benar-benar mereka praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal secara logika tidak ada larangan untuk menikmati sesuatu yang
menjadi miliknya. Toh makanan itu mereka beli dari hasil kerja mereka
sendiri, bukan mencuri, merampas hak orang apalagi hasil korupsi.
Tapi
semua itu tidak mereka lakukan, meskipun dalam kondisi mampu untuk
menikmatinya. Karena dengan pemahamannya itu lantas mereka terapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yakin bahwa tanpa kendali perut
hanya akan menjadi tempat segala macam penyakit baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Yang bersifat fisik seperti obesitas, diabet,
penyakit jantung dan lain-lain.
Menurut
Prof Dr dr Askandar Tjokroprawiro SpPD-KEMD (ahli penyakit dalam),
timbunan lemak pada perut, ternyata lebih berbahaya daripada pantat yang
besar. Penelitian terakhir mengungkapkan jika perut yang besar, adalah
muara terjadinya berbagai penyakit kronis. Bahkan pemicu terjadinya
metabolic syndrome yang merupakan kumpulan penyakit berbahaya seperti
jantung koroner, diabetes, darah tinggi, kenaikan kadar kolesterol
hingga perlemakan hati dan liver. Sementara pada perempuan yang
mengalami obesitas abdominal, rawan terkena kanker endometrium dan PCOS
yang berakibat pada terjadinya kemandulan.
“Jika
masuk pada stadium tiga, sindroma metabolic itu bisa menyebabkan pre
diabetes mellitus dan diabetes mellitus (DM) tipe dua. Namun, jika terus
dibiarkan, dia bisa masuk stadium empat yang merupakan manifestasi
penyakit seperti jantung koroner, stroke dan lain-lain,”
Sedangkan
yang bersifat non fisik adalah segala bentuk penyakit kejiwaan
(psikis), seperti tamak, serakah, rakus, konsumtif, materialistis,
foya-foya pemboros dan lain-lain, yang hanya bisa diobati dengan
dzikrullah, dan senantiasa bertaqarrub kepada Allah SWT. Dari berbagai sumber.
0 komentar on Bahaya Perut :
Post a Comment and Don't Spam!